Oleh
Hasanuddin Yusuf Adan
BERQURBAN merupakan satu amalan
sunnah bagi umat Islam yang sangat dianjurkan dalam kehidupan seseorang muslim
yang berkemampuan. Hakikat Qurban tersebut merupakan upaya Islam memberikan
makanan bergizi kepada para fakir dan miskin yang berasal dari hasil Qurban hewan
dari para aghniya’ atau
umat Islam yang punya kemampuan untuk berQurban. Tatacara berQurban yang selalu
diamalkan Rasulullah saw dan para sahabat adalah menyembelih unta, kerbau,
lembu untuk satu orang atau tujuh orang berQurban. Atau satu domba atau kambing
untuk satu orang berQurban.
Qurban
itu dilaksanakan setelah shalat Idul Adha pada hari nahar dan berakhir
batas waktunya pada hari tasyrik yang
ketiga (tasyrik terakhir). Pada hari-hari tersebut Rasulullah saw melarang umat
Islam berpuasa, karena hari-hari tersebut merupakan hari-hari makan, minum dan
berzikir yang banyak kepada Allah Swt, sebagaimana sabdanya: “Hari-hari tasyrik adalah hari makan dan
minum serta hari berzikirnya umat Islam kepada Allah Swt.” (HR.
Muslim)
Jadi Islam memberikan kemudahan kepada umatnya yang fakir miskin untuk mendapatkan hak daging Qurban setiap Hari Raya Idul Adha yang dapat disembelih selama empat hari berturut-turut. Inti penyuguhan daging Qurban adalah fakir miskin, bukan yang lain. Karenanya amat keliru kalau Qurban puluhan lembu dan kambing di Banda Aceh dibagikan kepada pihak yang berpunya. Sementara di kawasan Aceh SIngkil, Kota Subulussalam, Aceh Tenggara dan kawasan lainnya masih ada umat Islam yang membutuhkannya. Mengapa tidak yang melimpah di Banda Aceh dikirim ke sana?
Kisah menarik
Setidaknya ada dua kisah menarik dalam Alquran berkenaan dengan Qurban. Keduanya sangat amat luar biasa nilai keikhlasan dan kesabaran yang mencuat dari perilaku Qurban tersebut. Kisah pertama berkenaan dengan Qurban yang dipersembahkan oleh dua anak Adam yaitu Qabil dan Habil yang berujung dengan pembunuhan Habil oleh Qabil. Dan, kedua, kisah Nabi Ibrahim as mengorbankan puteranya Ismail as atas perintah Allah Swt. Kedua kisah tersebut memberi inspirasi amat tinggi kepada umat manusia yang mau berpikir dan taat kepada Allah Swt.
Setidaknya ada dua kisah menarik dalam Alquran berkenaan dengan Qurban. Keduanya sangat amat luar biasa nilai keikhlasan dan kesabaran yang mencuat dari perilaku Qurban tersebut. Kisah pertama berkenaan dengan Qurban yang dipersembahkan oleh dua anak Adam yaitu Qabil dan Habil yang berujung dengan pembunuhan Habil oleh Qabil. Dan, kedua, kisah Nabi Ibrahim as mengorbankan puteranya Ismail as atas perintah Allah Swt. Kedua kisah tersebut memberi inspirasi amat tinggi kepada umat manusia yang mau berpikir dan taat kepada Allah Swt.
Kisah
dua putera Nabi Adam as sebagaimana firman Allah dalam Alquran: “Ceriterakanlah kepada mereka kisah
kedua putra Adam (Habil dan Kabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya
mempersembahkan Qurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua
(yakni Habil) dan tidak diterima dari yang lain (yaitu Kabil). Ia (Kabil)
berkata: Aku pasti membunuhmu. Berkata Habil: Sesungguhnya Allah hanya menerima
(korban) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Maidah: 27).
Mendengar
jawaban Habil seperti itu Qabil semakin bersemangat untuk membunuh adik
kandungnya Habil. Namun Habil yang terkenal lembut dan taat kepada ketentuan
Allah berucap dengan santun: “Sungguh
kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali
tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku
takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam. Sesungguhnya aku ingin agar kamu
kembali dengan (membawa) dosa (membunuh) ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan
menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang
yang zalim.” (QS. Al-Maidah: 28-29).
Kisah
lain berkenaan Qurban dalam Alquran adalah Qurbannya Nabi Ibrahim as terhadap
anak kesayangannya Ismail as yang digambarkan Allah dengan firman-Nya: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur
sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: Hai anakku
sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah
apa pendapatmu. Ia menjawab: Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan
kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS.
Ash-Shaffat: 102).
Kisah
Qurban lain yang pernah wujud dalam keluarga Abdul Muthalib adalah, ketika
beliau sedang mengggali kembali sumur Zamzam, beliau bernazar akan mengorbankan
seorang anaknya apabila mendapatkan kemudahan dalam menggali sumur Zamzam
tersebut. Ketika sumur Zamzam selesai digali, Abdul Muthalib mengundi
anak-anaknya untuk diQurbankan. Beberapa kali diundi, yang keluar selalu
Abdullah (ayah Nabi Muhammad saw). Ketika kabar ini sampai kepada paman-paman
Abdullah, mereka menganjurkan agar Abdul Muthalib menebus Abdullah dengan 100
ekor unta. Dengan demikian selamatlah Abdullah dan seterusnya lahirlah Muhammad
satu-satunya putera yang disayanginya.
Dari
kisah-kisah tersebut mengajak kita untuk mengkaji lebih dalam akan hakikat Qurban
yang selama ini terlupakan oleh umat Islam. Hakikat yang kita maksudkan di sini
adalah; pengorbanan itu dilakukan oleh seseorang yang sipelaku tersebut secara
materi mendapatkan kerugian karena hilangnya harta benda yang dimiliki karena
sudah diQurbankan. Habil telah hilang harta yang diQurbankan karena sudah
diangkat oleh Allah Swt, Nabi Ibrahim as terancam kehilangan putera
kesayangannya Ismail as karena diQurbankan atas perintah Allah Swt.
Hakikat
Qurban itu memang berhadapan dengan kerugian materil semata, termasuklah Qurbannya
umat Islam terhadap hewan pada hari ini akan kehilangan uang lebih kurang Rp 2
juta untuk satu kambing dan Rp 15 juta untuk satu lembu. Namun di balik itu
semua mereka mendapatkan balasan Allah yang tidak ternilai harganya baik di
dunia maupun di akhirat.
Hikmah Qurban
Dan di balik kehilangan harta benda tersebut tersembunyi sejumlah hikmah yang tidak sanggup disadap oleh akal dan pikiran manusia, di antaranya adalah; kesenangan bagi fakir miskin yang terkadang setahun belum tentu sempat makan daging segar seperti daging Qurban. Di sana pula terselip rasa kasih sayang yang tidak ternilai harganya dari seorang yang berQurban terhadap fakir miskin yang menikmati daging Qurbannya. Selain itu wujud keagungan nilai sejarah yang tidak dapat dilupakan orang akan kisah Qurban dalam Alquran.
Dan di balik kehilangan harta benda tersebut tersembunyi sejumlah hikmah yang tidak sanggup disadap oleh akal dan pikiran manusia, di antaranya adalah; kesenangan bagi fakir miskin yang terkadang setahun belum tentu sempat makan daging segar seperti daging Qurban. Di sana pula terselip rasa kasih sayang yang tidak ternilai harganya dari seorang yang berQurban terhadap fakir miskin yang menikmati daging Qurbannya. Selain itu wujud keagungan nilai sejarah yang tidak dapat dilupakan orang akan kisah Qurban dalam Alquran.
Dari
itu semua dapatlah kita petik buah kesimpulannya bahwa berQurban itu merupakan
usaha ikhlas dan taat untuk mengeluarkan hartanya di jalan Allah, dengan tujuan
membantu orang lain yang kurang beruntung dalam kehidupannya. Oleh karenanya,
bersandar kepada filosofi Qurban tersebut, semestinya semua umat Islam harus
berlomba-lomba mengorbankan hartanya di jalan Allah, bukan hanya pada waktu
Hari Raya Qurban saja melainkan di luar waktu itu pun harus dilaksanakannya.
Mengapa harus demikian? Karena pengorbanan seseorang kita merupakan nikmat dan kesenangan kepada orang lain dari kalangan saudara kita. Kalau tidak seorangpun dari kita yang berpunya yang mau berqurban terutama sekali di luar musim haji, maka sangat amat banyak saudara kita yang tidak mendapatkan nikmat hidup dalam kehidupan dunia ini. Bagaimana mungkin sanggup kita melihat saudara kita hidup di luar kenikmatan, sementara kita hidup dalam suasana dan kenikmatan berkepanjangan di dunia ini.
Sungguh
sangat jauh dari hakikat qurban yang pernah berlaku di zaman silam yang
diabadikan dalam Alquran. Habil rela dengan ikhlas mengorbankan dirinya dengan
tidak melawan upaya bunuh abangnya Qabil karena memberikan kepuasan nafsu
kepada Qabil, Ibrahim ikhlas mengorbankan anaknya Ismail karena mengikuti
perintah Allah, Zat yang Maha Tinngi. Maka mengapa pula ada di antara umat
Islam yang masih tidak mau berkorban untuk saudaranya yang seiman? Barangkali
jawabannya mereka masih cintakan dunia dan takutkan mati (hubbuddunya wa karahiyatul maut).
Hakikat
Qurban dalam Alquran adalah memberikan kepuasan kepada pihak lain dengan
menerima kerugian materi bagi pihak yang berQurban itu sendiri. Termasuklah berQurban
di luar musim haji berkenaan dengan Qurban harta benda, uang dan sebagainya
kepada saudara seiman-seagama yang amat memerlukannya seperti berQurban kita
membantu anak-anak yatim dan fakir miskin melanjutkan sekolah yang tidak mampu
disekolahkan orang tuanya. BerQurban terhadap orang-orang jujur dan punya keahlian
tertentu dengan memberikan modal usaha, sehingga ia mandiri dan dapat membantu
orang lain sesudahnya, dan selanjutnya, dan seterusnya. Semoga!
Dr. Tgk.
Hasanuddin Yusuf Adan, MCL, MA., Ketua Umum Dewan Dakwah
Aceh dan Dosen Siyasah pada Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Ar-Raniry, Banda
Aceh. Email: diadanna@yahoo.com
0 comments:
Post a Comment