Aisyah adalah
seorang wanita berparas cantik berkulit putih, sebab itulah ia sering dipanggil
dengan “Humaira”. Selain cantik, ia juga dikenal sebagai seorang wanita cerdas
yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mempersiapkannya untuk menjaid pendamping
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mengemban amanah risalah yang
akan menjadi penyejuk mata dan pelipur lara bagi diri beliau. [2] Suatu hari
Jibril memperlihatkan (kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) gambar
Aisyah pada secarik kain sutra berwarna hijau sembari mengatakan, “Ia adalah
calon istrimu kelak, di dunia dan di akhirat.” (HR. At-Tirmidzi (3880), lihat
Shahih Sunan at-Tirmidzi (3041))
Ayah ‘Aisyah adalah
Abu Bakar ash-Shiddiq bin Abu Quhafah bin ‘Amir bin ‘Amr bin Ka’ab bin Sa’ad
bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay. Ibundanya bernama Ummu Rumman binti
‘Umair bin ‘Amir bin Dahman bin Harist bin Ghanam bin Malik bin Kinanah.[3]
Beliau
dilahirkan 4 tahun sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus. Ayahnya
seorang As-Shiddiq yang banyak menemani perjuangan dakwah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibunya bernama Ummu Ruman bintu Amir bin
Uwaimir.[1]
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Aisyah dua tahun sebelum hijrah melalui
sebuah ikatan suci yang mengukuhkan gelar Aisyah menjadi ummul mukminin,
tatkala itu Aisyah masih berumur enam tahun. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam membangun rumah tangga dengannya setelah berhijrah, tepatnya pada
bulan Syawwal tahun ke-2 Hijriah dan ia sudah berumur sembilan tahun. [2]
Aisyah
menceritakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku pasca
meninggalnya Khadijah sedang aku masih berumur enam tahun, dan aku dipertemukan
dengan Beliau tatkala aku berumur sembilan tahun. Para wanita datang kepadaku
padahal aku sedang asyik bermain ayunan dan rambutku terurai panjang, lalu
mereka menghiasiku dan mempertemukan aku dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam.” (Lihat Abu Dawud: 9435). Kemudian biduk rumah tangga itu berlangsung
dalam suka dan duka selama 8 tahun 5 bulan, hingga Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam meninggal dunia pada tahun 11 H. Sedang Aisyah baru berumur
18 tahun.
Keutamaan ‘Aisyah radi allahu ‘anha
Ummul
Mukminin ‘Aisyah memperoleh kedudukan dan cinta Rasulullah sallallahu ‘alaihi
wasallam yang tidak didapatkan oleh seorang wanitapun pada zamannya. Cinta
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam kepada ‘Aisyah radi allahu ‘anha sangat
luar biasa. Bahkan, para sahabat selalu menunggu saat yang tepat untuk memberikan
hadiah kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam yaitu pada hari giliran
‘Aisyah radi allahu ‘anha guna mencari keridhaan beliau, karena mereka
mengetahui dalamnya cinta Nabi terhadap ‘Aisyah radi allahu ‘anha.[3]
Cinta dan
khawatirnya Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam terhadap ‘Aisyah radi allahu
‘anha, beliau pernah menyuruhnya untuk minta diruqyah dari penyakit ‘ain. [3]
Tidak cukup
sampai di situ, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam juga menganjurkan orang
lain agar mencintainya, terkadang beliau tidak marah kalau ‘Aisyah radi allahu ‘anha
membela dirinya, terkadang juga ada sebagian madunya yang mempermasalahkan
suatu hal kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam namun beliau malah
menjadi tidak senang karena ‘Aisyah radi allahu ‘anha disakiti; bahkan Nabi
memujinya bahwa tidak pernah wahyu turun ketika beliau berada dalam selimut
salah seorang isterinya, kecuali bersama ‘Aisyah radi allahu ‘anha. [3]
Karena amat
cintanya, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam pernah mencium ‘Aisyah radi
allahu ‘anha saat sedang puasa. Beliau pun membujuknya apabila ‘Aisyah radi
allahu ‘anha sedang kesal. Beliau dapat pula menunjukkan tanda-tanda ‘Aisyah radi
allahu ‘anha ketika sedang senang dan ketika sedang marah. [3]
Diantara
kelembutan Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam kepada ‘Aisyah radi allahu ‘anha
terlihat pada waktu beliau pernah lomba lari dengannya. Selain itu, beliau
sering mengajaknya secara khusus untuk menyertainya dalam perjalanan. Perkara
yang juga menunjukkan kedudukan mulia ‘Aisyah radi allahu ‘anha dalam diri
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam adalah beliau memulai bertanya kepada
isterinya ini tatkala turun ayat takhyiir (tentang pilihan dunia dan akhirat
bagi Ummahatul Mukminin) dan memang tepat jawabannya dalam hal itu. [3]
Cukuplah
sebagai bukti ketinggian derajat ‘Aisyah radi allahu ‘anha dengan warisan
teragung kenabian yang disampaikannya kepada umat Islam. Alhasil,
periwayatannya terhadap hadits Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam tersebut
memenuhi sebagian besar kitab-kitab sunnah jika tidak boleh dikatakan semuanya.
Di samping itu, orang-orang yang belajar (menimba ilmu) dari beliau adalah para
pembesar sahabat dan tabi’in. para ulama sejak dahulu sampai sekarang
berlomba-lomba menulis ilmu dari beliau. Sebagian mereka menulisnya secara
tersendiri, baik dalam bidang fiqih, periwayatan hadits, tafsir al-Qur’an,
untuaian sya’ir, maupun hari-hari bersejarah bangsa Arab. [3]
Labih dari
itu, ‘Aisyah radi allahu ‘anha mempunyai keistimewaan yang tidak dimiliki ummul
mukminin lainnya hingga mencapai impat puluh criteria. Cukuplah sebagai sebuah
kebanggaan bagi ‘Aisyah radi allahu ‘anha bahwa Rasulullah sallallahu ‘alaihi
wasallam lebih memilih dirinya untuk tinggal di rumahnya pada waktu sakit
(menjelang wafat), serta bersatunya air liurnya dengan air liur beliau.
‘Aisyahlah yang langsung melayani Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam ketika
itu, bahkan Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam wafat saat bersandar di dada
‘Aisyah radi allahu ‘anha. Semoga Alloh meridhoi Ummul Mukminin ‘Aisyah beserta
seluruh Ummul Mukminin lainnya. [3]
Sifat
Salah satu
sifat yang menonjol dari Aisyah
adalah Kecerdasannya. Kecerdasannya sudah terlihat sejak kecil, diantaranya:
·
Mampu
mengingat dengan baik apa yang terjadi pada masa kecilnya, termasuk
hadist-hadist yang didengarnya dari Rasulullah Saw;
·
Mampu
memahami, meriwayatkan, menarik kesimpulan serta memberikan penjelasan detail
hukum fiqih yang terkandung di dalam hadist;
·
Sering
menjelaskan hikmah-hikmah dari peristiwa yang dialaminya pada masa kecil;
·
Mampu
mengingat dan memahami rahasia-rahasia hijrah secara terperinci hingga
bagian-bagian terkecilnya.
Kesimpulan
Aisyah adalah
seorang wanita berparas cantik berkulit putih, sebab itulah ia sering dipanggil
dengan “Humaira”. Ayahnya bernama Abu Bakar ash-Shiddiq, sedangkan Ibundanya
bernama Ummu Rumman. Ia dinikahi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dua tahun sebelum hijrah. Dengan ikatan suci tersebut ia menjadi ummul mukminin.
‘Aisyah
memperoleh kedudukan dan cinta Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wasallam juga menganjurkan orang lain agar mencintainya. Karena
amat cintanya, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam pernah mencium ‘Aisyah
radi allahu ‘anha saat sedang puasa.Ia mempunyai keistimewaan yang tidak
dimiliki ummul mukminin lainnya hingga mencapai empat puluh Kriteria yang
menjadi sebuah kebanggaan bagi ‘Aisyah radi allahu ‘anha salah satunya adalah
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam lebih memilih dirinya untuk tinggal di
rumahnya pada waktu sakit (menjelang wafat).
Itulah
kilasan kisah dari ibunda kita ‘Aisyah yang sangat dicintai Rasulullah sallallahu
‘alaihi wasallam. Semoga sifat dan keutamaan beliau dijadikan teladan oleh
muslimah – muslimah di belahan bumi ini.
Sumber :
1.
https://muslimah.or.id/3906-istri-istri-nabi-shallallahu-alaihi-wa-sallam.html
4.
http://media.zoya.co.id/inspirasi/aisyah-sosok-teladan-muslimah-dunia
Source-Image :
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMbX4h1FrCnTtv6fcWDHB-oikoAIgKwAd7YtYzSK5K7mbhEBln99zglXPmHIkNNTBRT3CWHTZDTbYXNe_egKJjBVOHJyDEicZvkn6BKjjdUeT-WDj0CVNq6SiNd_N7SBKX1Cb1Z7-7Z-Y/s320/11713218_798050646980383_1694813396_o.jpg
0 comments:
Post a Comment